Rabu, 22 Mei 2019

KESENIAN TRADISIONAL KILININGAN

 ....SAMPURASUN BARAYA SADAYANA...
        Kali ini team PARADOX SENI SUNDA akan menjelajahi saat Gemyung menjadi salah satu budaya yang harus kita lestarikan, Penasaran? Simak Sekilah Sejarah tentang Seni Sunda yang Menarik untuk dilihat... Hayu! MELUNCUR........



Kiliningan adalah bentuk penyajian sekar dan gending, kata kiliningan ini berasal dari kata  kilining yaitu sebuah waditra sejenis gender Jawa. Waditra ini sangat menarik untuk di wacanakan karena pada awal kemunculan pertunjukan kiliningan, waditrainilah yang menjadi ciri khas dari penyajian sekarkepesindenan dalam perangkat kiliningan sekaligus menjadi waditra pokok yang  menjadi pembeda dari perangkat lainnya dan menjadi sumber awal penyebutan penyajian kiliningan yang kita kenal pada saat ini. (EnsiklopediSunda, 2000:349).

Padapagelaran kiliningan gamelan yang digunakan biasanya gamelan berlaras salendro saja.  Seperti yang diungkapkan oleh Soepandi (1998:19) yang menyatakan bahwa: “Gamelan  untuk seni kiliningan pada umunya hanya bersurupan salendro saja, perangkat gamelan tersebut sama dengan perangkat pada iringan gamelan wayang golek purwa”. Dengan ungkapan Soepandi tersebut maka dapat kita simpulkan bahwa dalam pertunjukkan kiliningan gamelan yang digunakan hanyalah gamelan yang berlaras salendro saja.

Seni kiliningan masih hidup dan cukup berperan dalam kehidupan masyrakat sunda di jawabarat. Walaupun di tampilkan seecara mandiri,  kesenian ini masih senantisa tampil dalam pegelaran wayang golek purwa dalam sejak (gaya) kiliningan.  Puncak kejayaan seni kiliningan terjadi pada ‘60-an. Generasi tua pengemar seni kiliningan pada ’60-an masih bisa menyaksikan kehebatan dan popularitas dua pesinden legendaris yang sangat terkenal pada waktu itu, yaitu Upit Sarimanah dan Titim Patimah. Seperti yang telah di singgung sebelumnya, pada masa itu pesinden Upit Sarimanah dan Titim Patimah memiliki peranan yang lebih menonjol dari padadalang. ( SuciApriliani, 2012:13)
Perkembangan Kiliningan tentunya tidak terlepas dari proses masuknya sinden terhadap Wayanggolek. LiliSuparli menyatakan:
“Dalam pertunjukan Wayanggolek setelah disertai jurus inden, terdapat jeda-jeda khusus menampilkan juru sinden dalam sejak (gaya) Kiliningan, sehingga sesi itu dijadikan ajang permintaan lagu dari penggemar atau penonton, yang terkadang sambil menari. Fenomena itu dipandang tidak menguntungkan bagi pertunjukan Wayanggolek, karena Kiliningan menjadi lebih dominan, padahal pertunjukan Wayanggolek. Keadaan seperti itu berlangsung lama sampai dengan masa jayanya pesinden legendaris tatar Sunda, yaitu Titim Fatimah dan Upit Sarimanah dalam Wayanggolek, sekitartahun 1950-an. Atasfenomena tersebut, para tokoh seniman sepakat untuk memisahkan Kiliningan dari pertunjukan Wayanggolek (Suparli, 2012: 47-48)

Sekitartahun 1955 istilah sinden mengalami penggantian kembali. Hal ini diprakasai oleh R.A. Darya selaku kepala siaran RRI Bandung yang mengadakan pertemuan dengan para seniman se-Jawa Barat. Pertemuan itu memunculkan Juru Sekar sebagai ganti dari istilah sinden.  Tampaknya dalam setiap perjalanan mengalami perubahan, sehingga pada dekade 1970-an muncul istilah jurukawih untuk sebutan sinden atau pesinden (Mas Nunu Munajar, 2004:145). Pada umumnya istilah kepesindenan di ambil dari sebutan terhadap orang yang bisa menyajikan lagu–lagu jenisini, yaitu sinden atau pesinden. Rosida (1996:20) mengemukakanbahwa: “sinden adalah sebutan kepada seorang jurukawih yang biasa menyajikan lagu-lagu baik kiliningan, celempungan, wayanggolek, ketuk Tilu / tari tradisi, tari rakyat, dsb.” Dengan demikian istilah kepesindenan merupakan suatu gaya sekar yang biasa dibawakan oleh para pesinden dalam penyajian gaya di sebutkan di atas.
Menurut (Masyuning, M.sn dalam Suci Apriliani, 2012:13-4) dalam kepesindenan ada beberapa bagian teknik yang berfungsi untuk menghias suara agar memperindah lagu dalam vokal sekar kepesindenan, bagian-bagian  yang harus kita ketahui diantaranya:
a.                  Eur-eur yaitu menekankan suara pada tenggorokan dan dikeluarkan dengan suara ombak dalam tempo yang cepat;
b.                  Ombak, prinsipnya sama dengan eur-eur tapi dalam dibawakan dalam tempo yang lambat;
c.                  Leotan yaitu menyatukan dua nada tampa terputus sehingga terkesan jadi satu engang (suku kata);
d.                 Eluk, prinsipnya sama dengan leotan tapi hanya digunakan pada setiap akhir frase lagu;
e.                  Geregel yaitu tekanan terhadap tiga buah nada atau atau lebih dari nada tinggi pada nada yang lebih rendah kemudian di kembalikan ke  awal;
f.                       Gerewel, pada prinsipnya sama dengan teknik geregel tapi pada teknik ini digunakan dari nada rendah pada nada yang tinggi;
g.                  Golosor, pada prinsipnya sama dengan geregel tapi hanya    dilakukan pada satu arah dari nada tinggi ke nada rendah;
h.                  Rontok yaitu percepatan memulai lantunan dari ketukan yang semestinya;
i.                    Beubeut, yaitu teknik menyuarakan dengan cara hentakan;
j.                    Besot yaitu teknik mempersiapkan tenaga untuk mengambil nada yang tinggi.
`Secara tidak langsung menjadi suatu tuntutan untuk kreatif bagi setiap pesinden dalam menyajikan bentuk-bentuklagu yang biasa di sajikan dalam sekar kepesindenan. Bentuk lagu yang di maksud adalah lagu yang bebas wirahma atau disebut dengan istilah macapat da lagu-lagu yang berirama tandak yang dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu bentuk Rerenggongan,  Lenyepan dan Lalamba (Suparli,2012.30). menurut Lili Suparli bentuk lagu di bagi menjadi empat jenis lagu, di antaranya:
1.             Jenis lagu jadi memiliki melodi dasar, laras dan rumpaka (lirik) yang baku.Dasar, laras dan rumpaka sehingga apabila salahstunya berubah, maka identitas lagua kan berubah pula.
2.             Jenis lagu jadihanya memiliki melodi dasar dan laras yang baku, sedangkan aspek rumpaka bisa berganti oleh karena itu, ketentuan identitasnya terbentuk hanya atas melodi dasar dan laras saja.
3.             Jenis lagu jadi yang hanya memiliki melodi dasar saja, sedangkan laras dan rumpaka bisa di ganti-ganti. Bahkan melodi dasarnya pun hanya mempertahankan kontur bentuk melodinya saja, seddangkan elemen-elemen melodinya bisa saja berubah, itu di karenakan laras nya bisa berganti-ganti. Dengan demikian identitas lagu ini terletak pada melodi dasar nya saja.
4.             Jenis lagu jalan, yaitu jenis lagu yang tidak memiliki melodi dasar, laa dan rumpaka yang baku. Artinya setiap aspek tidak memiliki melodi dasar, laras dan rumpaka yang baku. Artinya setiap aspek bisa berganti-ganti. jenis lagu ini hanya di sajikan pada bentuk gending rerenggongan, embat sawilet dan embat Dua Wilet saja. Contohnya lagu jalan yang di sajikan penyaji diantaranya lagu sinyur, mitra dan gendu.
Selain menyajikan bentuk-bentuk lagu yang bisa di sajikan dalam bentuk lagu bebas wirahma dan lagu-lagu berirama tandak, mengacu pada pertanyaan yang di jelaskan oleh Ia rwiarsih mengenai fungsi lain pesinden dalam menyajikan sekar kepesindenan, beliau menyatakan:
“Sababna nu utama salian mere hiburan anu sehat teh, secara henteu langsung jadi juru-penerang jeng juru- atik masyarakat. Mere pepeling jeung nasehat supaya salawasna aya dinajalan nu bener. Nu kadalon-dalon lampah na bisa babalik pikir jadi manusa nu aya gunakeur masyarakat, nagaratur agama”. Artinya” sebab yang utama selain memberikan hiburan  yangsehat, secara tidak langsung menjadi penasehat dan pendidik masyarakat. Memberi kesadaran dan nasehat supaya selalu ada dalam jalan yang benar dan berubah memnjadi manusia yang berguna bagi masyarakat, negaraserta agama (Wiyarsih,1981;37)

Berdasarkan hasil penelitian proyek penunjang penigkatan kebudayaan provinsi jawabarat tahun 1987 terungkap sejumlah 243 jenis kesenian tradisional tersebar di seluruh pelosok daerah pada 24 kabupaten dan kota madya dari sekian jumlah banyak tersebut lebih kurang setengah nya dalam kondisi tidak berkembang dan hampir punah.

Salah satu jenis kesenian yang saat ini perkembangannya kurang menggembirakan yaitu jenis sekaran, dalam hal ini adalah sekar kepesindenan khususnya didaerah priangan, yang padatahun 50 hingga 70-an merupakan jenis kesenian yang paling populer di kalangan masyarakatnya.

Seperti yang dikatakan oleh Mohammad Tan Daengpada HU pikiran rakyat bahwa Titim Fatimah seorang pesinden yang sulit dicari tandingannya. Ia mempunyai suara yang hebat. Kaya akan variasi sebagian dalam pergelaran wayang golek. (soepandi,1995;20). Pada pernyataan diatas menunjukkan bahwa kiliningan di dalammnya meliputi lagu yang dibawakan olehsin den dari iringan (gamelan), yang disajikanoleh Para pangrawit.
Secaraumum penyajian sinden dan iringannya sama penting, namun yang sering menjadi sorotan penonton adalah sinden, terutama mengenai kecantikannya, suaranya, penguasaan lagu lagu dan yang lainnya.
Dengan menyajikan lagu lagu kepesindenan seolah olah sinden yang menentukan keberhasilan suatu pertunjukan kiliningan.
Sinden juga berperan sebagai publik figur bagi para penontonnya ,terutama kemampuan dalam penguasaan panggung.
Penulis : Tiara Kristina (18123061)
Sumber :perpustakaan Institut Seni Budaya Indonesia Bandung.

Nah Sekilas Tentang Seni Sunda Yang Menarik ini, Terima Kasih Telah Mampir Di Blog Kami,
Tunggu Update Selanjutnya ya BARAYA, Baca Terus Blog Blog Yang lainnya Karena Begitu Kaya Kesenian Dari Tanah Sunda Ini... Semoga Bermanfaat BARAYA SUNDA.😀

KESENIAN TRADISIONAL NGEGEL JUBLAG


 ....SAMPURASUN BARAYA SADAYANA...
        Kali ini team PARADOX SENI SUNDA akan menjelajahi saat Gemyung menjadi salah satu budaya yang harus kita lestarikan, Penasaran? Simak Sekilah Sejarah tentang Seni Sunda yang Menarik untuk dilihat... Hayu! MELUNCUR........




           Kesenian Ngegel Jubleg Adalah kesenian anti mainstream. Awal terciptanya ibing ngegel jubleg, terjadi atas ketidaksengajaan seorang seniman alam bernama Bapak Ukri, yang melihat aktivitas babi hutan yang sedang menggigit batang kayu lalu menggoyang-goyangkannya. Berlandaskan penemuannya itu bapak Ukri menjadikan jubleg (tempat menumbuk padi) sebagai objek yang mendukung dalam karyanya, jubleg yang pertama dibuatnya terbuat dari bahan kayu langka kayu jenjing dan kayu kurai. Gerakan yang dibuatnya bernama gelompang yang di ambil dari gerakan pencak silat, karena beliau gemar terhadap seni bela diri tersebut. Gerak-gerak yang lainnya ialah gerak-gerak improvisasi dari setiap pelaku seninya, pelaku seni ibing ngegel jubleg pada saat itu tidak sembarangan, hanya garis keturunan penciptanya dan anggota lingkung seni pancawarna saja yang berhak mempelajari dan menarikan ibing ngegel jubleg, sistem pewarisan/regenerasinya bersifat internal (lingkungan keluarga) saja.

Fungsi ibing ngegel jubleg pada awal penciptaannyaadalah sebagai sarana ritual pada upacara hajat bumi. Musik pengiringnya pada saat itu sangat sederhana dengan memainkan alat musik angklung dan dua dog-dog indung. Lagu yang di pakai adalah lagu dedebusan yang pada isinya berupa sisindiran sunda jaman dahulu. Rias dan busananya ialah tanpa memakai rias atau make up serta busananya ialah celana pangsi hitam, baju pangsi hitam, iket kepala motif barangbang semplak, dan beubeur (ikat pinggang) dari kain berwarna merah.

Dalam praktiknya, seni ini terbilang ekstrem. Para pelaku seni ini atraksi sembari membawa jubleg. Uniknya para pemain membawa jubleg dengan cara digigit. Mereka menari dan meliuk-liuk menggigit jubleg yang beratnya bisa mencapai 25 kilogram. Tidak sembarang orang bisa menggigit jubleg yang beratnya puluhan kilogram itu, apalagi yang bisa melakukannya sembari menari seperti apa yang para pemain Gegel Jubleg lakukan. Hanya orang-orang terlatih yang dapat melakukannya. Setiap kali akan beraksi, para sesepuh pegiat kesenian tersebut akan melakukan ritual untuk memberi kekuatan pada para pemain.

Perkembangan pada ibing ngegel jubleg terlihat pada segi pelaku seninya, fungsi dan bentuk tariannya. Perubahan fungsi yang jelas terjadi ialah pada perubahan fungsi yang awalnya sebagai sarana ritual pada saat acara hajat bumi, berubah fungsi menuju sarana presentasi estetis yang bersifat ritual semu pada setiap acara – acara apa saja yang diinginkan penikmatnya. Perubahan bentuk yang terdapat pada ibing ngegel jubleg teridentifikasi pada koreografinya dan musik pengiringnya, yang awalnya merupakan gerak-gerak improvisasi mengikuti alunan musik pengiringnya, dan hanya memiliki satu ragam gerak, maka setelah melalui perkembangan ibing ngegel jubleg memiliki sebelas ragam gerak.

Perkembangan yang juga terdapat pada musik pengiringnya ialah penambahan alat musik yang menunjang terhadap penyajian ibing ngegel jubleg, yang awalnya hanya diiringi oleh angklung dan dog-dog, kini diiringi oleh tabuhan gamelan dan kendang. Pelaku seni yang awalnya merupakan laki-laki semua, kini menjadi bertambah, peran perempuan yang menjadi pelaku seni sebagai pengiring musik ibing ngegel jubleg yang memainkan alat musik angklung. Proses pewarisan ibing ngegel jubleg yang mulanya bersifat informal (lingkungan keluarga) sekarang sudah menjadi nonformal (umum). Pelaku seni / penari ibing ngegel jubleg kini merupakan pemuda – pemudi yang memiliki rasa ingin tahu terhadap ibing ngegel jubleg dan ingin belajar, maka larangan atau aturan yang tidak membolehkan sembarang orang menarikan ibing ngegel jubleg, dalam perkembangannya aturan tersebut tidak ada, karena apabila aturan itu terus dipakai siapa lagi yang aku meneruskan ibing ngegel jubleg ini, karena para pelaku seni terdahulunya tinggal satu orang dan sudah lanjut usia, namun masih memiliki jiwa memiliki terhadap kesenian ibing ngegel jubleg sehingga mau memberikan peluang kepada siapa saja yang ingin ikut melestarikannya tanpa ada batasan tertentu.



Faktor penyebab terjadinya perubahan pada jiwa memiliki terhadap kesenian ibing ngegel jubleg sehingga mau memberikan peluang kepada siapa saja yang ingin ikut melestarikannya tanpa ada batasan tertentu. Ibing ngegel jubleg terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Dapat di kemukakan bahwa faktor internal yang berpengaruh pada perubahan ibing ngegel jubleg ialah keinginan dari praktisi ibing ngegel jubleg itu sendiri yang ingin melestarikan, serta menurunkan titipan hasil karya seniman terdahulunya kepada peminat seni lainnya agar kesenian ini tidak punah. Faktor eksternal yang berpengaruh pada perubahan ibing ngegel jubleg ialah dukungan dari salah satu tokoh seniman muda yang menampung aspirasi terhadap keinginan melestarikan kesenian yang hampir punah, sehingga menjadi kesempatan bagi kesenian ibing ngegel jubleg di munculkan kembali dan di kenal di masyarakat.

Penulis : Ega Sekar Wati
NIM     : 18123075
Sumber : Skripsi, Iis Rahmini, Juni Anita 2015.

Nah Sekilas Tentang Seni Sunda Yang Menarik Dan Anti Mainstream ini, Terima Kasih Telah Mampir Di Blog Kami,
Tunggu Update Selanjutnya ya BARAYA, Baca Terus Blog Blog Yang lainnya Karena Begitu Kaya Kesenian Dari Tanah Sunda Ini... Semoga Bermanfaat BARAYA SUNDA.😀

KESENIAN TRADISIONAL TOLEAT SUBANG

 ....SAMPURASUN BARAYA SADAYANA...
        Kali ini team PARADOX SENI SUNDA akan menjelajahi saat Gemyung menjadi salah satu budaya yang harus kita lestarikan, Penasaran? Simak Sekilah Sejarah tentang Seni Sunda yang Menarik untuk dilihat... Hayu! MELUNCUR........

Hasil gambar untuk kesenian toleat subang

  
                       Namanya toleat, sebuah alat musik tiup yang terbuat dari bambu mirip dengan suling, tapi nada yang dihasilkannya berbeda. Siapa sangka, alat musik ini merupakan master piece anak gembala di pantura Subang, Jawa Barat yang merupakan daerah pertanian yang luas. Namanya Parman, awalnya beliau terinspirasi oleh mainan yang biasa dibuat anak-anak ketika menggembalakan ternak mereka disawah. Mainan yang berupa alat musik tiup tersebut mereka namakan sesuai bunyi yang ditimbulkannya, yaitu  “Empet-empetan” dan “Ole-olean”. Ketika panen padi tiba, biasanya mereka membuat “Empet-empetan” dari potongan batang padi sisa panen. Sedangkan ketika musim padi usai , karena tidak ada batang padi maka mereka membuat alat musik lain, yaitu “Ole-olean” yang terbuat dari pelepah pohon papaya. Karena bahan yang digunakan untuk membuat alat musik tersebut cepat rusak, kemudian Parman mencari bahan lain untuk membuatnya. Awalnya Parman menggunakan bahan dari ujung bambu dan lidahnya (peniupnya) terbuat dari kayu pohon berenuk yang dililit rotan. Pada perkembangan selanjutnya Toleat dibuat dari bambu tamiang dan di beri lubang – lubang seperti halnya suling, sehingga menimbulkan banyak nada. Yang membedakannya dengan suling adalah bagian peniupnya yang terbuat dari kayu pohon berenuk.
                      Awalnya Toleat hanya berfungsi sebagai alat hiburan pribadi yaitu untuk mengusir jenuh ketika menggembalakan ternak. Tak ada lagu khusus yang dimainkan oleh anak gembala, hanya mengandalkan keunikan bunyi yang ditimbulkan dari alat musik tersebut. Saat ini Toleat telah menjadi bagian dari seni pertunjukkan. Bukan hanya di Subang, tapi juga di  wilayah Jawa Barat bahkan pernah dipentaskan di manca negara. Alat musik ini dapat dengan harmonis dipadukan dengan alat musik tradisional yang lain seperti kacapi, gamelan, gembyung, karinding, celempung dan lain-lain. Bahkan bisa juga dimainkan bersama alat musik modern seperti keyboard bahkan orchestra sekalipun. Alat musik yang merupakan masterpiece dari anak gembala ini telah menambah khasanah musik Indonesia. Tugas warga Indonesia untuk melestarikannya.

Penulis : Iqbal Fauzie (NIM : 18123050)
Sumber : Sanggar toleater subang/Asep nurbudi s.sn. www,kotasubang.com,


Nah Sekilas Tentang Seni Sunda Yang Menarik ini, Terima Kasih Telah Mampir Di Blog Kami,
Tunggu Update Selanjutnya ya BARAYA, Baca Terus Blog Blog Yang lainnya Karena Begitu Kaya Kesenian Dari Tanah Sunda Ini... Semoga Bermanfaat BARAYA SUNDA.😀

KESENIAN TRADISIONAL SISINGAAN

....SAMPURASUN BARAYA SADAYANA...
        Kali ini team PARADOX SENI SUNDA akan menjelajahi saat SISINGAAN khas Subang menjadi salah satu budaya yang harus kita lestarikan, Sejarah nyaa pun menarik loh!, Penasaran? Simak Sekilah Sejarah tentang Seni Sunda yang Menarik untuk dilihat... Hayu! MELUNCUR........

             Kesenian Sisingaan adalah jenis kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang di Kabupaten Subang, kesenian ini mempunyai ciri khas atau identitas sepasang patung sisingaan atau binatang yang menyerupai singa.
Masih menjadi perdebatan, kapan sebenarnya Sisingan mulai muncul. Namun secara filosofi Sisingan merupakan penggambaran ketika penjajah menguasai Subang, yakni pada masa pemerintahan Belanda sejak tahun 1812. Subang pada saat itu dikenal dengan Doble Bestuur, dan dijadikan kawasan perkebunan di bawah perusahaan P & T Lands (PamanoekanenTjiasemlanden).
Masyarakat Subang saat itu mendapatkan tekanan secara politis, ekonomis, sosial, dan budaya dari pihak Belanda maupun Inggris. Namun masyarakat tidak tinggal diam, mereka melakukan perlawanan, perlawanan tersebut tidak hanya berupa perlawanan fisik, namun juga perlawanan yang diwujudkan dalam bentuk kesenian. Dengan demikian masyarakat Subang bisa mengekspresikan atau mewujudkan perasaan mereka secara terselubung, melalui sindiran, perumpamaan yang terjadi atau yang menjadi kenyataan pada saat itu. Salah satu perwujudan atau bentuk ekspresi masyarakat Subang, dengan menciptakan salah satu bentuk kesenian yang kemudian dikenal dengan nama sisingaan.
Penyebutan sisingaan kadang-kadang berbeda di setiap daerah/wilayah, hal ini disesuaikan dengan yang mereka lihat dan mereka dengar. Kawasan Subang utara menyebut sisingaan dengan istilah pergosi atau Persatuan Gotong Sisingaan. Kemudian daerah lain menyebut sisingaan dengan istilah odong-odong, citot, kuda depok, kuda ungkleuk, kukudaan, kuda singa, singa depok.Waditra pada masa itu sangat sederhana, hanya memakai beberapa alat musik saja (seperti beberapa angklung pentatonis berlaras salendro), namun kemudian berkembang seperti saat ini. Adapun peralatan musik tersebut antara lain:
–2 buah angklung galimer
–2 buah angklung indung
–2 buah angklung pancer
–2 buah angklung rael
–2 buah angklung ambrug
–1 buah angklung engklok
–1 buah terompet
–2 buah dogdog lonjor
–1 buah bedug
–3 buah terbang


        Sementara itu lagu-lagu yang dinyanyikan pada masa itu antara lain lagu badud samping butut, manuk hideung, sireumbeureum, dan lain-lain. 
Fungsi Sisingaan
Seiring dengan perkembangan zaman, kesenian ini juga mengalami perkembangan secara keseluruhan, baik dari bentuk patung sisingaan, waditra, busana, dan fungsi sisingaan. Sehingga bisa dikatakan bahwa kesenian ini juga bersifat dinamis, mengikuti perkembangan zaman, dan menyesuaikan dengan perubahan zaman.
Pada awal terbentuknya kesenian sisingaan terbatas hanya untuk sarana hiburan pada saat anak dikhitan, dengan cara melakukan helaran keliling kampung. Namun pada saat ini kesenian sisingaan mempunyai fungsi yang beragam antara lain untuk prosesi penyambutan tamu terhormat, dengan jalan naik di atas sisingaan. Fungsi lain yakni untuk menyambut atlit yang berhasil memenangkan suatu pertandingan, bisa ditampilkan secara eksklusif berdasarkan permintaan.

Nah Sekilas Tentang Seni Sunda Yang Menarik ini, Terima Kasih Telah Mampir Di Blog Kami,
Tunggu Update Selanjutnya ya BARAYA, Baca Terus Blog Blog Yang lainnya Karena Begitu Kaya Kesenian Dari Tanah Sunda Ini... Semoga Bermanfaat BARAYA SUNDA. 😀

Penulis : Riky Fathul Mubin NIM (18123079)
Sumber : perpustakaan SMAN 1 TANJUNGSIANG, makalah karya Fadilah maulana (kesenian khas Subang)

Minggu, 19 Mei 2019

KESENIAN TRADISIONAL GEMBYUNG.

 ....SAMPURASUN BARAYA SADAYANA...
        Kali ini team PARADOX SENI SUNDA akan menjelajahi saat Gemyung menjadi salah satu budaya yang harus kita lestarikan, Penasaran? Simak Sekilah Sejarah tentang Seni Sunda yang Menarik untuk dilihat... Hayu! MELUNCUR........


 

Kelengkapan dalam kesenian gembyung terdiri atas waditra (alat musik),
pangrawit (pemain alat musik), juru kawih (vokal), penari, dan busana. Saat
ini, kesenian Gembyung di beberapa daerah di wilayah Provinsi Jawa Barat
bervariasi baik dari segi waditra, juru kawih, penari, maupun lirik lagu.
Variasi waditra seni gembyung dapat dilihat dari penambahan alat musik
diantaranya tarompet, kecrék, kendang, dan goong. Penari Gembyung di
beberapa daerah seperti di wilayah Cirebon, telah dipengaruhi oleh seni
tarling. Sedangkan di daerah lainnya terpengaruh oleh tari jaipongan, ketuk
tilu, dan sebagainya. Busana yang dikenakan juga bervariasi seperti yang
dikenakan dalam seni Gembyung di Cirebon dan Tasik adalah busana yang
biasa dipakai untuk ibadah shalat seperti kopeah (peci), baju kampret atau
kemeja putih, dan kain sarung. Berbeda halnya dengan busana yang
dikenakan oleh pemain seni gembyung di Subang, Sumedang, Ciamis, dan
Garut yaitu busana tradisional Sunda, yakni iket, kampret, dan celana
pangsi. Seni Gembyung Cirebon dan Tasikmalaya banyak menggunakan
judul lagu berbahasa Arab, seperti Assalamualaikum, Barjanji, Yar Bismillah,
Salawat Nabi, dan Salawat Badar. Sementara itu, seni gembyung di Subang
dan Sumedang, banyak mengambil judul lagu yang berbahasa daerah
(Sunda) seperti: Raja Sirai, Siuh, Rincik Manik, Éngko, Benjang, Malong dan

Geboy. Pangrawit atau pemain musik, memiliki jumlah yang bervariasi dan
disesuaikan dengan jumlah alat musik yang digunakan.
Juru kawih Gembyung biasanya laki-laki yang memainkan rebana.
Pertunjukan Gembyung biasa dilaksanakan pada saat hari besar Islam,
hajatan, khitanan, pernikahan, ruwatan, hajat lembur, dan ngabeungkat
(upacara menjemput air kehidupan). Fungsi yang menonjol pada Gembyung
diantaranya adalah alat komunikasi, respon fisik, sumbangan pada
pelestarian serta stabilitas kebudayaan, ritual dan hiburan. (Nana Munajat
Dahlan, 2014:2).
Di beberapa daerah, seni gembyung menjadi sebuah keharusan dalam
pelaksanaan upacara tradisional. Salah satu contoh adalah di Kampung
Ragasuta Desa Cibitung, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang. Ada
kepercayaan di kampung Ragasuta bahwa apabila dalam sebuah upacara
pernikahan tidak menggelar pertunjukan Gembyung maka akan berakibat
kurang baik bagi kedua mempelai.

Sumber

Buku, “Gembyung”, Formulir Warisan Budaya Takbenda Provinsi Jawa
Barat, Bandung: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat,
2017.

Nah Sekilas Tentang Seni Sunda Yang Menarik ini, Terima Kasih Telah Mampir Di Blog Kami,
Tunggu Update Selanjutnya ya BARAYA, Baca Terus Blog Blog Yang lainnya Karena Begitu Kaya Kesenian Dari Tanah Sunda Ini... Semoga Bermanfaat BARAYA SUNDA.😀