....SAMPURASUN BARAYA SADAYANA...
Kali ini team PARADOX SENI SUNDA akan menjelajahi saat Gemyung menjadi salah satu budaya yang harus kita lestarikan, Penasaran? Simak Sekilah Sejarah tentang Seni Sunda yang Menarik untuk dilihat... Hayu! MELUNCUR........
Kiliningan adalah bentuk penyajian sekar dan gending, kata kiliningan ini berasal dari
kata kilining yaitu sebuah waditra sejenis gender Jawa.
Waditra ini sangat menarik untuk di
wacanakan karena pada awal kemunculan pertunjukan kiliningan, waditrainilah yang menjadi ciri khas dari penyajian sekarkepesindenan dalam perangkat kiliningan sekaligus menjadi waditra pokok yang menjadi pembeda dari perangkat lainnya dan menjadi sumber awal penyebutan penyajian kiliningan yang kita kenal pada saat ini.
(EnsiklopediSunda, 2000:349).
Padapagelaran kiliningan gamelan yang
digunakan biasanya gamelan berlaras salendro saja. Seperti yang diungkapkan oleh Soepandi (1998:19) yang menyatakan bahwa: “Gamelan untuk seni kiliningan pada umunya hanya bersurupan salendro saja, perangkat gamelan
tersebut sama dengan perangkat pada iringan gamelan wayang golek purwa”.
Dengan ungkapan Soepandi tersebut maka dapat kita simpulkan bahwa dalam pertunjukkan kiliningan gamelan yang
digunakan hanyalah gamelan yang berlaras salendro saja.
Seni kiliningan masih hidup dan cukup berperan dalam kehidupan masyrakat sunda
di jawabarat. Walaupun di tampilkan seecara mandiri, kesenian ini masih senantisa tampil dalam pegelaran wayang golek purwa dalam sejak (gaya) kiliningan. Puncak kejayaan seni kiliningan terjadi pada ‘60-an.
Generasi tua pengemar seni kiliningan pada
’60-an masih bisa menyaksikan kehebatan dan popularitas dua pesinden legendaris yang
sangat terkenal pada waktu itu, yaitu Upit Sarimanah dan Titim Patimah. Seperti yang
telah di singgung sebelumnya, pada masa
itu pesinden Upit Sarimanah dan Titim Patimah memiliki peranan yang
lebih menonjol dari padadalang. ( SuciApriliani, 2012:13)
Perkembangan Kiliningan tentunya tidak terlepas dari
proses masuknya sinden terhadap Wayanggolek. LiliSuparli menyatakan:
“Dalam pertunjukan Wayanggolek setelah disertai jurus inden, terdapat jeda-jeda khusus menampilkan juru sinden dalam sejak (gaya) Kiliningan, sehingga sesi itu dijadikan ajang permintaan lagu dari penggemar atau penonton, yang
terkadang sambil menari. Fenomena itu dipandang tidak menguntungkan bagi pertunjukan Wayanggolek, karena Kiliningan menjadi lebih dominan, padahal pertunjukan Wayanggolek. Keadaan seperti itu berlangsung
lama sampai dengan masa jayanya pesinden legendaris tatar Sunda, yaitu Titim Fatimah
dan Upit Sarimanah dalam Wayanggolek, sekitartahun
1950-an. Atasfenomena tersebut, para tokoh seniman sepakat untuk memisahkan Kiliningan dari pertunjukan Wayanggolek (Suparli, 2012: 47-48)”
Sekitartahun 1955
istilah sinden mengalami penggantian kembali. Hal ini diprakasai oleh R.A. Darya
selaku kepala siaran RRI Bandung yang mengadakan pertemuan dengan para seniman
se-Jawa Barat. Pertemuan itu memunculkan Juru Sekar sebagai ganti dari istilah sinden. Tampaknya dalam setiap perjalanan mengalami perubahan, sehingga pada dekade 1970-an
muncul istilah jurukawih untuk sebutan sinden atau pesinden
(Mas Nunu Munajar, 2004:145). Pada umumnya istilah kepesindenan di ambil dari sebutan terhadap orang yang
bisa menyajikan lagu–lagu jenisini, yaitu sinden atau pesinden. Rosida (1996:20)
mengemukakanbahwa: “sinden adalah sebutan kepada seorang jurukawih yang biasa menyajikan lagu-lagu baik kiliningan, celempungan, wayanggolek,
ketuk Tilu / tari tradisi, tari rakyat, dsb.” Dengan demikian istilah kepesindenan merupakan suatu gaya sekar yang biasa dibawakan oleh para
pesinden dalam penyajian gaya di sebutkan di atas.
Menurut (Masyuning,
M.sn dalam Suci Apriliani, 2012:13-4) dalam kepesindenan ada beberapa bagian teknik yang
berfungsi untuk menghias suara agar memperindah lagu dalam vokal sekar kepesindenan, bagian-bagian
yang harus kita ketahui diantaranya:
a.
Eur-eur yaitu menekankan suara
pada tenggorokan dan dikeluarkan dengan suara ombak dalam tempo yang cepat;
b.
Ombak, prinsipnya sama dengan eur-eur tapi dalam dibawakan dalam
tempo yang lambat;
c.
Leotan yaitu menyatukan
dua nada tampa terputus sehingga terkesan jadi satu engang (suku kata);
d.
Eluk, prinsipnya sama dengan
leotan tapi hanya digunakan pada setiap akhir frase lagu;
e.
Geregel yaitu tekanan terhadap
tiga buah nada atau atau lebih dari nada tinggi pada nada yang lebih rendah
kemudian di kembalikan ke awal;
f.
Gerewel, pada prinsipnya sama dengan teknik
geregel tapi pada teknik ini digunakan dari nada rendah pada nada yang tinggi;
g.
Golosor, pada prinsipnya sama
dengan geregel tapi hanya dilakukan
pada satu arah dari nada tinggi ke nada rendah;
h.
Rontok yaitu percepatan
memulai lantunan dari ketukan yang semestinya;
i.
Beubeut, yaitu teknik
menyuarakan dengan cara hentakan;
j.
Besot yaitu teknik
mempersiapkan tenaga untuk mengambil nada yang tinggi.
`Secara tidak langsung menjadi suatu tuntutan untuk kreatif bagi setiap pesinden dalam menyajikan bentuk-bentuklagu
yang biasa di sajikan dalam sekar kepesindenan.
Bentuk lagu yang di maksud adalah lagu yang bebas wirahma atau disebut dengan istilah macapat da lagu-lagu yang berirama tandak yang dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu bentuk Rerenggongan, Lenyepan dan Lalamba (Suparli,2012.30).
menurut Lili Suparli bentuk lagu di bagi menjadi empat jenis lagu, di antaranya:
1.
Jenis lagu jadi memiliki melodi dasar,
laras dan rumpaka (lirik) yang
baku.Dasar, laras dan rumpaka sehingga apabila salahstunya berubah,
maka identitas lagua kan berubah pula.
2.
Jenis lagu jadihanya memiliki melodi dasar dan laras
yang baku, sedangkan aspek rumpaka bisa berganti oleh karena itu, ketentuan identitasnya terbentuk hanya atas melodi dasar dan laras saja.
3.
Jenis lagu jadi
yang hanya memiliki melodi dasar saja, sedangkan laras dan rumpaka bisa di ganti-ganti. Bahkan melodi dasarnya pun
hanya mempertahankan kontur bentuk melodinya saja, seddangkan elemen-elemen melodinya bisa saja berubah,
itu di karenakan laras nya bisa berganti-ganti.
Dengan demikian identitas lagu ini terletak pada melodi dasar nya saja.
4.
Jenis lagu jalan,
yaitu jenis lagu yang tidak memiliki melodi dasar, laa dan rumpaka yang baku. Artinya setiap aspek tidak memiliki melodi dasar,
laras dan rumpaka yang baku.
Artinya setiap aspek bisa berganti-ganti. jenis lagu ini hanya di sajikan pada bentuk gending rerenggongan,
embat sawilet dan embat Dua Wilet saja. Contohnya lagu jalan yang di
sajikan penyaji diantaranya lagu sinyur, mitra dan gendu.
Selain menyajikan bentuk-bentuk lagu yang bisa di
sajikan dalam bentuk lagu bebas wirahma dan lagu-lagu berirama tandak, mengacu pada pertanyaan yang di
jelaskan oleh Ia rwiarsih mengenai fungsi lain pesinden dalam menyajikan sekar kepesindenan, beliau menyatakan:
“Sababna
nu utama salian mere hiburan anu sehat teh, secara henteu langsung jadi juru-penerang jeng juru- atik masyarakat.
Mere pepeling jeung nasehat supaya salawasna aya dinajalan nu bener. Nu
kadalon-dalon lampah na bisa babalik pikir jadi manusa nu aya gunakeur masyarakat,
nagaratur agama”. Artinya” sebab yang utama selain memberikan hiburan yangsehat,
secara tidak langsung menjadi penasehat dan pendidik masyarakat.
Memberi kesadaran dan nasehat supaya selalu ada dalam jalan yang benar dan berubah memnjadi manusia
yang berguna bagi masyarakat, negaraserta agama (Wiyarsih,1981;37)
Berdasarkan hasil penelitian proyek penunjang penigkatan kebudayaan provinsi jawabarat tahun
1987 terungkap sejumlah 243 jenis kesenian tradisional tersebar di
seluruh pelosok daerah pada 24
kabupaten dan kota madya dari sekian jumlah banyak tersebut lebih kurang setengah nya dalam kondisi tidak berkembang dan hampir punah.
Salah
satu jenis kesenian yang
saat ini perkembangannya kurang menggembirakan yaitu jenis sekaran,
dalam hal ini adalah sekar kepesindenan khususnya didaerah priangan, yang padatahun 50
hingga 70-an merupakan jenis kesenian yang paling populer di kalangan masyarakatnya.
Seperti
yang dikatakan oleh Mohammad Tan Daengpada HU pikiran rakyat bahwa Titim Fatimah
seorang pesinden yang sulit dicari tandingannya. Ia mempunyai suara yang hebat. Kaya
akan variasi sebagian dalam pergelaran wayang golek. (soepandi,1995;20).
Pada pernyataan diatas menunjukkan bahwa kiliningan di dalammnya meliputi lagu yang
dibawakan olehsin den dari iringan (gamelan), yang disajikanoleh Para pangrawit.
Secaraumum penyajian sinden dan iringannya sama penting,
namun yang sering menjadi sorotan penonton adalah sinden,
terutama mengenai kecantikannya, suaranya, penguasaan lagu lagu dan yang lainnya.
Dengan menyajikan lagu lagu kepesindenan seolah olah sinden
yang menentukan keberhasilan suatu pertunjukan kiliningan.
Sinden juga berperan sebagai publik figur bagi
para penontonnya ,terutama kemampuan dalam penguasaan panggung.
Penulis
: Tiara Kristina (18123061)
Sumber
:perpustakaan Institut Seni Budaya Indonesia Bandung.