....SAMPURASUN BARAYA SADAYANA...
Kali ini team PARADOX SENI SUNDA akan menjelajahi saat KESENIAN GENJRING BONYOK SUBANG menjadi salah satu budaya yang harus kita lestarikan, Penasaran? Simak Sekilah Sejarah tentang Seni Sunda yang Menarik untuk dilihat... Hayu! MELUNCUR........
Kali ini team PARADOX SENI SUNDA akan menjelajahi saat KESENIAN GENJRING BONYOK SUBANG menjadi salah satu budaya yang harus kita lestarikan, Penasaran? Simak Sekilah Sejarah tentang Seni Sunda yang Menarik untuk dilihat... Hayu! MELUNCUR........
KESENIAN GENJRING BONYOK SUBANG
Genjring bonyok adalah jenis kesenian yang tumbuh dan berkembang di Kabupaten Subang. Alat musik utama yang dipergunakan adalah bedug dan genjring. Jenis kesenian ini mulai lahir dan berkembang di Kampung Bonyok, Desa Pangsor, Kecamatan Pagaden. Kesenian ini muncul karena terinspirasi atau perkembangan dari kesenian genjring Sholawat, Genjring Rudat dan adem ayem di pantura Indramayu. Seniman yang berperanan penting dalam mendirikan dan mengembangkan genjring bonyok adalah Talam dan Sutarja.
Asal usul dan Perkembangannya
Awalnya di Dusun Bunut, Desa Pangsor, Kecamatan Pagaden terdapat sebuah kelompok kesenian genjring sholawat yang bernama Sinar Harapan. Pada awal berdirinya kelompok kesenian ini dipimpin oleh Sajem (1960-1968). Kemudian mulai tahun 1968-1975 kepemimpinan Sinar Harapan diserahkan kepada Talam. Pada masa kepemimpinan Talam, yaitu sekitar tahun 1969, kelompok kesenian genjring ini mulai sangat jarang digunakan dalam hajatan-hajatan yang diadakan warga masyarakat. Hingga kemudian kelompok tersebut tidak pernah lagi mengadakan pertunjukkan.
Bergerak dari kondisi yang dialami kelompok Sinar Harapan, Sutarja sebagai salah satu anggotanya membuat inisiatif untuk menggunakan instrumen genjring dan bedug dalam suatu bentuk kesenian yang berbeda dari bentuk kesenian sebelumnya (genjring sholawat). Berbekal dengan instrumen musik yang dimiliki Sinar Harapan, Sutarja yang memperoleh dukungan dari Sajem dan Talam, mulai menciptakan bentuk kesenian genjring yang relatif baru yang kemudian dikenal dengan genjring bonyok.
.
Menurut Sutarja, proses pembentukan genjring bonyok tersebut dimulai dengan pengadopsian instrumen musik tarompet yang telah umum dipergunakan dalam kesenian tradisi Sunda di Kabupaten Subang. Hal ini ditandai dengan bergabungnya Taslim (mantan seniman Sisingaan) ke dalam kelompok Sinar Harapan. Pengadopsi instrumen musik tarompet ini bertujuan untuk mendapatkan komposisi lagu yang lebih beragam, dan telah dikenal masyarakat dari kesenian tradisi Sunda yang lain.
genjring bonyok subang
Genjring Bonyok yang ditampilkan dengan duduk di panggung
Pertunjukan pertama kelompok Sinar Harapan dengan bentuk kesenian genjring yang relatif baru ini, dilakukan pada acara khitanan keluarga Rusmin, di Desa Sumur Gintung (sebelah Selatan Cidadap) pada tahun 1969. Sesuai dengan pola berkesenian masyarakat setempat pada masa itu, pertunjukan kesenian Genjring Sinar Harapan tersebut ditampilkan bersama-sama dengan kesenian gembyung, pencak silat, sisingaan, dan reog.
Pada tahun 1973, kelompok kesenian Sinar Harapan pindah ke Desa Cidadap. Hal ini disebabkan pindahnya Sutarja setelah ia menikahi gadis dari desa tersebut. Sejak kepindahannya itu pula kelompok Sinar Harapan yang semula dipimpin oleh Talam diserahkan kepada Sutarja. Pada saat pergantian kepemimpinankelompok Sinar Harapanpun secara resmi menjadi kelompok kesenian Genjring Bonyok dengan nama Sinar Pusaka.
Dalam perkembangan selanjutnya, setelah instrumen musik tarompet menjadi bagian dari pertunjukan genjring bonyok. Tahun 1975 kelompok ini kembali mengadopsi instrumen musik goong dan kecrek. Menurut Sutarja penambahan kedua instrumen musik ini disebabkan agar dalam penyajian musiknya terasa lebih enak didengar).
Kemudian kesenian ini semakin berkembang dengan dibentuknya grup-grup baru oleh anggota kelompok Sutarja. Selain itu Sutarja juga melatih sepuluh orang seniman yang berasal dari berbagai dusun dan desa di Kabupaten Subang.
Dari sepuluh orang seniman yang dilatih Sutarja, terdapat seniman yang berasal dari dusun Bonyok, Desa Pangsor yang bernama Rasita, yang kemudian membentuk grup di dusun Bonyok. Melalui kelompok genjring bonyok yang dipimpin oleh Rasita dari Dusun Bonyok, kesenian ini pun mulai berkembang pesat dan dikenai masyarakat di luar dari Kecamatan Pagaden. Dengan demikian selain dari kelompok Sinar Pusaka, masyarakat pun mulai menyukai kelompok genjring bonyok yang dipimpin Rasita. Sejak itu genjring goyok banyak ditanggap warga. (Ade Herdijat/USU).
NAMA : IQBAL FAUZIE
NIM. : 18123050
Genjring bonyok adalah jenis kesenian yang tumbuh dan berkembang di Kabupaten Subang. Alat musik utama yang dipergunakan adalah bedug dan genjring. Jenis kesenian ini mulai lahir dan berkembang di Kampung Bonyok, Desa Pangsor, Kecamatan Pagaden. Kesenian ini muncul karena terinspirasi atau perkembangan dari kesenian genjring Sholawat, Genjring Rudat dan adem ayem di pantura Indramayu. Seniman yang berperanan penting dalam mendirikan dan mengembangkan genjring bonyok adalah Talam dan Sutarja.
Asal usul dan Perkembangannya
Awalnya di Dusun Bunut, Desa Pangsor, Kecamatan Pagaden terdapat sebuah kelompok kesenian genjring sholawat yang bernama Sinar Harapan. Pada awal berdirinya kelompok kesenian ini dipimpin oleh Sajem (1960-1968). Kemudian mulai tahun 1968-1975 kepemimpinan Sinar Harapan diserahkan kepada Talam. Pada masa kepemimpinan Talam, yaitu sekitar tahun 1969, kelompok kesenian genjring ini mulai sangat jarang digunakan dalam hajatan-hajatan yang diadakan warga masyarakat. Hingga kemudian kelompok tersebut tidak pernah lagi mengadakan pertunjukkan.
Bergerak dari kondisi yang dialami kelompok Sinar Harapan, Sutarja sebagai salah satu anggotanya membuat inisiatif untuk menggunakan instrumen genjring dan bedug dalam suatu bentuk kesenian yang berbeda dari bentuk kesenian sebelumnya (genjring sholawat). Berbekal dengan instrumen musik yang dimiliki Sinar Harapan, Sutarja yang memperoleh dukungan dari Sajem dan Talam, mulai menciptakan bentuk kesenian genjring yang relatif baru yang kemudian dikenal dengan genjring bonyok.
.
Menurut Sutarja, proses pembentukan genjring bonyok tersebut dimulai dengan pengadopsian instrumen musik tarompet yang telah umum dipergunakan dalam kesenian tradisi Sunda di Kabupaten Subang. Hal ini ditandai dengan bergabungnya Taslim (mantan seniman Sisingaan) ke dalam kelompok Sinar Harapan. Pengadopsi instrumen musik tarompet ini bertujuan untuk mendapatkan komposisi lagu yang lebih beragam, dan telah dikenal masyarakat dari kesenian tradisi Sunda yang lain.
genjring bonyok subang
Genjring Bonyok yang ditampilkan dengan duduk di panggung
Pertunjukan pertama kelompok Sinar Harapan dengan bentuk kesenian genjring yang relatif baru ini, dilakukan pada acara khitanan keluarga Rusmin, di Desa Sumur Gintung (sebelah Selatan Cidadap) pada tahun 1969. Sesuai dengan pola berkesenian masyarakat setempat pada masa itu, pertunjukan kesenian Genjring Sinar Harapan tersebut ditampilkan bersama-sama dengan kesenian gembyung, pencak silat, sisingaan, dan reog.
Pada tahun 1973, kelompok kesenian Sinar Harapan pindah ke Desa Cidadap. Hal ini disebabkan pindahnya Sutarja setelah ia menikahi gadis dari desa tersebut. Sejak kepindahannya itu pula kelompok Sinar Harapan yang semula dipimpin oleh Talam diserahkan kepada Sutarja. Pada saat pergantian kepemimpinankelompok Sinar Harapanpun secara resmi menjadi kelompok kesenian Genjring Bonyok dengan nama Sinar Pusaka.
Dalam perkembangan selanjutnya, setelah instrumen musik tarompet menjadi bagian dari pertunjukan genjring bonyok. Tahun 1975 kelompok ini kembali mengadopsi instrumen musik goong dan kecrek. Menurut Sutarja penambahan kedua instrumen musik ini disebabkan agar dalam penyajian musiknya terasa lebih enak didengar).
Kemudian kesenian ini semakin berkembang dengan dibentuknya grup-grup baru oleh anggota kelompok Sutarja. Selain itu Sutarja juga melatih sepuluh orang seniman yang berasal dari berbagai dusun dan desa di Kabupaten Subang.
Dari sepuluh orang seniman yang dilatih Sutarja, terdapat seniman yang berasal dari dusun Bonyok, Desa Pangsor yang bernama Rasita, yang kemudian membentuk grup di dusun Bonyok. Melalui kelompok genjring bonyok yang dipimpin oleh Rasita dari Dusun Bonyok, kesenian ini pun mulai berkembang pesat dan dikenai masyarakat di luar dari Kecamatan Pagaden. Dengan demikian selain dari kelompok Sinar Pusaka, masyarakat pun mulai menyukai kelompok genjring bonyok yang dipimpin Rasita. Sejak itu genjring goyok banyak ditanggap warga. (Ade Herdijat/USU).
NAMA : IQBAL FAUZIE
NIM. : 18123050
Nah Sekilas Tentang Seni Sunda Yang Menarik ini, Terima Kasih Telah Mampir Di Blog Kami,
Tunggu Update Selanjutnya ya BARAYA, Baca Terus Blog Blog Yang lainnya Karena Begitu Kaya Kesenian Dari Tanah Sunda Ini... Semoga Bermanfaat BARAYA SUNDA.😀
Tunggu Update Selanjutnya ya BARAYA, Baca Terus Blog Blog Yang lainnya Karena Begitu Kaya Kesenian Dari Tanah Sunda Ini... Semoga Bermanfaat BARAYA SUNDA.😀
Tidak ada komentar:
Posting Komentar